Wamen Dikdasmen: Program Revitalisasi Sekolah Menargetkan 15.000 Sekolah melalui Skema Swakelola
Kontributor: Suwadi
MAKASSAR, 23 SEPTEMBER 2025 - Ratusan insan pendidikan di Sulawesi Selatan yang terdiri dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota se-Sulsel, Kepala Sekolah, Guru, Para Kepala UPT Kemendikdasmen di Sulsel, serta pejabat fungsional dari berbagai UPT di bawah kemendikdasmen berkumpul di Aula BBPMP Sulawesi Selatan menghadiri kegiatan ”Dialog Pendidikan dengan Wamen Dikdasmen” di Aula BBPMP Sulawesi Selatan hari Selasa, 23 September 2025.
Dan berikut ringkasan arahan Wamen Dikdasmen, Prof. Atip Latipulhayat, S.H., LL.M., Ph.D.:
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menyampaikan rasa syukur atas kesempatan hadir dalam forum pendidikan bersama para pemangku kepentingan di Sulawesi Selatan. Dalam pidatonya, beliau menegaskan bahwa setelah pemerintah berhasil memperluas akses pendidikan ke seluruh pelosok negeri, tantangan utama yang kini dihadapi adalah peningkatan kualitas pendidikan agar benar-benar bermutu dan berdaya saing.
1. Penguatan Sumber Daya Manusia Pendidikan
Beliau menekankan bahwa guru merupakan ujung tombak pendidikan. Upaya peningkatan kualitas peserta didik hanya dapat berhasil jika kompetensi guru juga terus ditingkatkan. Pemerintah telah mensyaratkan kualifikasi minimal S1/D4 bagi guru, namun Wamen menegaskan bahwa kualifikasi akademik bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk membentuk guru yang kompeten.
Beliau mengingatkan agar guru tidak terjebak pada formalitas semata, seperti sekadar mengumpulkan sertifikat dari seminar atau pelatihan tanpa benar-benar meningkatkan kemampuan. Pemerintah menyediakan fasilitas dan anggaran peningkatan kapasitas, baik di kawasan timur maupun barat Indonesia, sehingga tidak ada alasan bagi guru untuk berhenti belajar dan mengembangkan diri.
Selain guru, aparatur pendidikan dari tingkat pusat hingga daerah juga menjadi perhatian. Aparatur dituntut mampu beradaptasi, memperbaiki tata kelola, serta mendukung seluruh program peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
2. Revitalisasi Sarana dan Prasarana
Sarana pendidikan yang memadai adalah syarat mutlak bagi proses pembelajaran yang berkualitas. Presiden menaruh perhatian detail, termasuk memastikan tidak ada sekolah tanpa fasilitas dasar seperti kamar mandi.
Program revitalisasi sekolah dengan anggaran lebih dari Rp16,9 triliun telah diluncurkan, menargetkan 15.000 sekolah melalui skema swakelola. Skema ini terbukti lebih efisien dibandingkan dikelola pihak ketiga. Namun, Wamen mengingatkan bahwa pembangunan fisik bukanlah akhir, melainkan harus diiringi dengan pemeliharaan yang baik. Banyak kasus sekolah yang sudah direvitalisasi, namun fasilitasnya kembali rusak karena tidak dijaga dengan optimal.
Beliau juga menyoroti contoh sekolah di daerah tertentu yang menyebut ruangan sebagai “laboratorium”, padahal hanya berisi meja tua dan tanpa listrik. Hal ini menjadi catatan serius agar revitalisasi benar-benar menghadirkan sarana pembelajaran yang layak.
3. Reformasi Sistem Evaluasi Pendidikan
Dalam hal evaluasi, pemerintah memperkenalkan Tes Kemampuan Akademik (TKA). TKA menjadi solusi tengah dari perdebatan panjang tentang Ujian Nasional (UN) yang pro dan kontra. Ada tiga aspek evaluasi yang kini berlaku:
- Kelulusan siswa ditentukan oleh satuan pendidikan masing-masing.
- Kinerja lembaga pendidikan diukur melalui Asesmen Nasional.
- Kemampuan akademik individu diukur secara objektif melalui TKA.
TKA mencakup mata pelajaran inti (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika) serta dua mata pelajaran pilihan sesuai jurusan. Hasil TKA akan memberikan gambaran objektif kemampuan siswa, membantu mereka merencanakan pendidikan lanjut, sekaligus menjadi syarat seleksi nasional masuk perguruan tinggi. Bahkan, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri telah menetapkan TKA sebagai syarat wajib bagi jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).
Lebih jauh, TKA dirancang dengan mengacu pada standar internasional seperti PISA, sehingga skor yang diperoleh siswa dapat disejajarkan dengan capaian global. TKA juga berfungsi sebagai validator nilai rapor yang kerap bias karena faktor subjektivitas guru dalam menilai. Dengan demikian, TKA menjadi instrumen penting untuk meningkatkan kualitas dan objektivitas sistem evaluasi pendidikan Indonesia.
4. Tata Kelola Pendidikan Pusat dan Daerah
Wamen menegaskan perlunya sinergi kuat antara pusat dan daerah. Sistem pendidikan Indonesia memiliki kekhasan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Karena itu, koordinasi dan tata kelola harus diperkuat agar tidak menimbulkan masalah baru.
Beliau mencontohkan kasus di Bengkulu, di mana sejumlah siswa SMA tidak terdaftar dalam sistem Dapodik karena data sudah terkunci. Hal ini menunjukkan pentingnya disiplin dalam pendataan serta koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat. Digitalisasi berbasis data seperti Dapodik harus dikelola dengan baik, karena jika lalai akan merugikan siswa.
5. Kesejahteraan Guru dan Anggaran Pendidikan
Isu kesejahteraan guru tetap menjadi perhatian pemerintah. Dengan jumlah guru lebih dari 3 juta orang, peningkatan kesejahteraan membutuhkan waktu dan strategi bertahap.
Pada tahun 2026, anggaran pendidikan ditetapkan sebesar Rp758 triliun atau 20% dari APBN, sesuai amanat undang-undang. Namun, hampir 45% anggaran tersebut ditransfer ke daerah sehingga porsi yang dikelola langsung oleh Kementerian Pendidikan relatif kecil, sekitar 8%. Oleh karena itu, optimalisasi distribusi dana menjadi sangat penting agar benar-benar mendukung peningkatan mutu pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidik.
Penutup
Wamen menutup pidatonya dengan ajakan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama bekerja keras dan bersinergi. Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat, tetapi juga memerlukan dukungan daerah, sekolah, guru, dan masyarakat.
Beliau menegaskan bahwa pendidikan yang berkualitas dan bermutu akan menjadi pondasi bagi lahirnya generasi muda yang cerdas, berdaya saing global, dan siap memimpin bangsa Indonesia di masa depan.